ARIANTOTLE
Senin, 11 April 2016

“Oh tidak, dimana dia ni?” ujarku panik dalam hati sembari mengotak-atik kotak modemku.
Aku mencoba berfikir sambil melihat ke sekeliling.
“Mungkin terjatuh ke bawah, kali?”
Aku pun menggeser kursi dan segera membungkuk dan menghalau segala apa yang berada di bawah meja belajar sambil berharap ketemu apa yang kucari.
“Hadeuh dimana dia ni?” ujarku semakin panik dan melihat seisi kamar lalu melihat ke selip selip buku yang berada di bawah tempatan kotak modemku.

“Hmmm..”
Aku berjalan keluar kamar sambil melihat ke sekeliling ruangan. Lalu melangkah ke belakang dan melihat ke sekeliling juga.
“Apa mungkin terjatuh di luar?” tanyaku dalam hati.
Aku pun melangkah ke beranda rumah dan menggeser sandal yang ada di hadapan, namun hasilnya nihil. Aku melihat ke samping dan kiri rumah, juga ke bawah beranda rumahku yg terbuat dari kayu bertiang yang mungkin-mungkin terjatuh di sana.
“Nggak ada juga. Gimana nih?” ujarku bingung.
Aku pun kembali masuk ke rumah untuk mengambil sandal dan kembali keluar rumah untuk menyusuri jalanan, mungkin terlepas di sana.

Baru sekitar 30 meter aku melangkah, aku memutar haluan karena aku merasa bahwa aku tidak menjatuhkannya, justru aku bisa merasakan waktu itu aku menggenggamnya.
Aku berada di depan rumah. Kini aku mencoba mempraktekkan apa yang terjadi beberapa jam lalu.
“Kalau gak salah tadi gua liat kucing nangkap burung, tapi gua gak lari sampe kebelakang sana, lagian rumputnya tinggi dan gua gak merasa injak rumput,” sambil mondar mandir di samping rumah. Lantas aku kembali ke beranda rumah.

“Terus gua lari ngejar kucing ke belakang rumah, hmmm mungkin di atas kulkas,” ujarku sambil berlari ke belakang rumah. Sebelumnya aku melihat ke atas kulkas, sambil mengangkat benda-benda di atasnya, tetap saja tidak ada di sana. Kini, aku berdiri di depan pintu sambil melihat ke arah samping kanan, seolah-olah melihat ke arah kucingku yang beberapa jam lalu ada di sana.
“Hmmm, gua megang pinggir pintu?” ujarku yang sedang melihat tanganku sedang memegang pinggir pintu.
“Jangan-jangan jatuh kebawah?”
Aku pun melihat ke bawah pintu di atas hamparan semen di atas tanah.
“Gak ada?”
Aku mencoba keluar dan berdiri di halaman belakang rumah sambil melihat ke sekeliling.
“Mungkin terbang ke sini?”

Aku berjalan dan melihat ke belakang galon-galon air yang kosong, namun tetap tidak ada juga. Aku melangkah ke samping rumah dan melihat-lihat, namun tetap tidak ada juga. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan memeriksa kembali di kamar.
Aku mencari dan mencari, namun tidak ada kutemui. Dalam hati yang sedang panik, khawatir dan gundah, aku berdo’a “Ya Allah, semoga ketemu yang dicari ini, karena Engkaulah yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui,” sambil membaca Al-Fatihah, An-Naas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan Ayat Kursi.

“Hmmm harus dicek lagi! kalau bisa sampai ke ujung dekat jalan cengkeh sana!” ujarku dalam tekad yang membara.
Aku kembali keluar rumah dan melangkah menyusuri jalan ke jalan cengkeh. Di sepanjang jalan, aku memandang ke sana sini untuk mencari.
“Apa mungkin kertas sekecil itu bisa nampak dekat sampah yang masih banyak berserak ni?” tanyaku dalam hati.
“Hmmm, semoga aja nampak,” ujarku kembali.

Aku telah melewati gg. Juwita dan melangkah ke gg. Sriwedari, yaitu sekitar 100 meter lebih dari rumahku. Kini mulai datang sebuah firasat.
“Kayaknya enggak ada disana lah,” sambil berjalan melambat.
“Pulang aja nggak ya?”
“Tapi, tanggung dah jauh.”
“Hmmm, pulang aja lah. Ikhlaskan aja kalau ada yang jumpa,” ujarku sambil memutar haluan untuk pulang.
Di sepanjang gg. Juwita, aku mencoba tegarkan diriku untuk mengikhlaskan kehilangan 2 buah voucher kuota 3ku itu.
“Hmmm, gak apa-apa lah. Setidaknya voucher kuota itu bisa berubah jadi pahala.”
“Hmm, bertansformasi.”
Ujarku sambil menghibur diri dan mencoba tersenyum dari apa yang terjadi padaku ini. Aku pun sampai ke rumah. Aku yang sudah lelah mencari, mencoba mencari kembali seisi rumah walau tidak sesigap awal.
“Hmmm, ya sudahlah.”

Aku pun kembali ke kamar yang sedang didiami oleh pamanku yang sedang mengarungi alam mimpi.
Aku berdiri di samping kasur.
“Atau.. jangan-jangan oom yang ambil?”
“Tapi, gak mungkin, oom lagi tidur.”
“Dari matanya juga jelas itu tidur bukan pura-pura tidur.”
“Astaghfirullah Ari, jangan buruk sangka! jangan su’udzan! astaghfirullah,” ujarku dalam hati.
Entah kenapa terbesit di benakku seakan-akan terdengar kata-kata veer dalam film uttaran saat adegan veer berkata kepada ichcha tentang mencari identitas vans palsu itu dan siapa yang menyuruhnya, kata-katanya seperti ini “Untuk saat ini, kita tidak bisa untuk tidak mencurigai orang lain”, kira-kira seperti itu.

“ Hmmm, ya sudahlah.”

“Oh iya, tadi kan gua udah coba isi kuotanya. Mungkin kodenya masih tersimpan.” ujarku lalu mengambil laptop dan duduk di atas kasur.
Aku menghidupkannya lalu mencari Ms.Word dan klik kanan sambil mencari paste.
“Hmm, gak bisa,” ujarku lemah sambil melihat tombol paste itu sedang dalam keadaan redup dan tidak bisa diklik.
Aku pun kembali ke halaman web tempat mengisi kode voucher kuota itu. Namun tetap saja tidak bisa.

“Hmmm,” ujarku sambil membaringkan kepala ke kasur.
Tiba-tiba entah kenapa kakiku terasa turun ke lantai dan seluruh tubuhku seakan-akan melangkah ke rak bukuku dan mengambil sebuah buku yang di dalamnya terdapat sebuah yaasin. Aku membuka yaasin itu dan menemukan 2 buah voucher kuota 3 yang kucari-cari selama ini. Aku hanya tersenyum.

“Kejadian ini harus ditulis!” ujarku dalam hati sambil tersenyum.


#TrueStory

Post a Comment