Senin, 05 Oktober 2020
![]() |
Koleksi Buku-Bukuku yang Sederhana |
Assalamu’alaikum and Доброе утро
Telah sebulan lebih aku tidak menulis di blog ini. Sebenarnya kalau bukan karena kata-kata yang terus melayang-layang dalam pikiranku, mungkin aku belum berniat untuk menuangkan tulisan lagi. Cuma…aku merasa pikiranku overload karena menanggung beberapa hal yang sampai-sampai membuatku gak fokus dalam pelajaran. Oleh karena itu, aku ingin menuangkannya di sini supaya bisa terikat bersama ruang dan waktu.
Ada beberapa hal yang ingin kuceritakan meski sebenarnya aku sedang banyak tugas kuliah. Di mulai dari mimpi beberapa hari lalu hingga goresan hati mengenai perjuangan orang tuaku meniti masa depan. Check it out…
Beberapa hari lalu, aku bermimpi cukup unik. Ceritanya aku sedang berada di suatu negara di mana kami cukup ramai dengan menggunakan bahasa yang berbeda. Jadi di dalam mimpi itu sebagian besar aku ngomong pakai bahasa inggris. Bisa dibilang ini adalah mimpi di mana aku ngomong bahasa inggis terlama. Setelah ada di perkumpulan itu, aku dan beberapa orang pergi ke suatu tempat semacam tempat registrasi dan di sana ada orang yang kesurupan. Aku bertanya ke teman yang baru saja kukenal, dia orang Pakistan, “Can you do ruqyah?” tanyaku. Dia bilang bisa. Lalu dia pun melangkah ke orang tersebut. Belum sampai ke orang tersebut, orang yang kesurupan itu bangun, lalu di belakang kami terdengar suara gaduh, ada orang yang menjambret! Ternyata orang itu hanya berpura-pura untuk mengalihkan perhatian kami dari jambret yang sedang melancarkan aksinya.
Setelah di tempat itu, kami pergi ke suatu ruangan, seperti kelas. Di sana aku berjumpa teman baru dia dari Jepang. Aku pun bertanya, “What’s your name?”, dia mengatakan namanya yang aku tidak ingat sekarang. Lalu dia balik tanya siapa namaku, aku jawab dalam bahasa jepang “私の名前はアリアントです(watashi no namae wa Arianto desu)”. Kami pun berbicang beberapa hal. Setelah itu ada seorang guru masuk dan kami mengerjakan semacam ujian. Kami mengerjakan soal-soal tersebut selama beberapa jam (menurutku di dalam mimpi itu). Setelah selesai, aku pergi menemui teman yang dari Pakistan dan kami mengobrol lebih dalam karena sebelumnya kami baru saja bertemu dan itu pun aku hanya menanyakan apakah dia bisa meruqyah. Aku pun menyempatkan untuk berbahasa urdu dengan dia, “Aap kaise hain?” tanyaku. “Main thik hoon” jawabnya. Lama bercerita, akhirnya aku terbangun dari mimpi itu.
Sebenarnya ini bukan pertama kali aku bermimpi menggunakan bahasa asing, cuma ini pertama kalinya aku menggunakan 4 bahasa dalam 1 mimpi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, dan Bahasa Urdu. Biasanya hanya 2 bahasa, seperti misalnya mimpi aku pergi ke Mekkah (Bahasa Indonesia-Bahasa Arab). Ya, demikianlah mimpi-mimpiku yang cukup unik. Hmmm…walaupun hanya mimpi, aku senang bisa merasakan bagaimana menggunakan bahasa asing dan berada di luar negeri. Semoga suatu saat nanti aku bisa pergi ke luar negeri bersama keluarga, entah itu ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah umrah dan haji, atau ke Jepang, atau ke negara lain. Semoga saja suatu saat nanti aku bisa melanjutkan kuliah ke luar negeri. Aamiin Allahumma Aamiin.
Berbicara mengenai kuliah, aku punya sedikit cerita mengenai pendidikan. Ini tentang Ibuku. Jadi sewaktu kecil, Ibuku adalah orang yang antusias untuk menimba ilmu, meski berasal dari keluarga sederhana yang bahkan kakek dan nenek tidak bisa membiayai pendidikan Ibu hingga ke jenjang SMA. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Ibu, beliau selalu belajar dan terus belajar. Salah satu contohnya adalah perjuangan Ibu untuk belajar Al-Qur’an. Ibuku bercerita kalau dia belajar mengaji dengan cara nomaden, yaitu menemui siapa saja yang bisa mengajarinya. Selain itu, Ibu juga belajar mengaji dengan cara menyimak orang-orang mengaji ketika sedang wirid. Ibuku juga bercerita bahwa nenekku tidak bisa membaca, oleh karena itu nenek tidak dapat banyak membantu Ibu, namun nenek tetap berusaha sekuat tenaga agar Ibuku dapat mempelajari ilmu-ilmu dan nenekku juga mewariskan kunci ke Ibu agar bisa cepat dalam mengingat, yang ketika aku dengar dari penuturan Ibu teknik itu seperti teknik asosiatif, menghubungkan makna, gambar dan kata suatu benda secara sistematis, namun cara nenek masih sedikit kurang kupahami. Tapi, entah bagaimana aku juga menemukan teknik asosiatif ini sebagai salah satu metodeku dalam mengingat sewaktu kecil bahkan hingga kini dan memang terbukti membantuku cepat mengingat, Alhamdulillah. Salah satunya adalah ketika menghafal Al-Qur’an, aku menggunakan teknik asosiatif untuk menghubungkan Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia. Namun, akhir-akhir ini beberapa hafalanku lepas, mungkin karena kurang muraja’ah. Astaghfirullah. Bismillah, in syaa Allah aku akan tetap berusaha dan bersemangat untuk mempelajari Al-Qur’an. Aku harus banyak-banyak muraja’ah kembali.
Demikian cerita Ibuku. Nah sekarang cerita dari Ayahku. Ayahku bercerita bahwa sewaktu kecil, beliau sangat ingin mempunyai Al-Qur’an, tapi apa daya nenek tidak mampu membelikan Al-Qur’an. Bukan karena tidak ingin, namun karena uang untuk membelinya tidak ada. Ayahku sampai menangis kala itu. Karena kakek telah tiada, ayahku hanya belajar secara mandiri termasuk mempelajari Al-Qur’an. Karena keterbatasan ekonomi juga, ayahku tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP. Ketika tiba dewasa, ayahku merantau dari Sumbawa ke Riau dan di sinilah beliau bertemu Ibuku. Mereka pun menikah dan menetap di Riau, tepatnya di Teluk Pinang, Indragiri Hilir, lalu pindah ke Kota Dumai setelah aku dilahirkan. Ibuku bercerita bahwa sebelum menikah dengan Ayah, Alhamdulillah beliau sudah mengkhatamkan Al-Qur’an meski dengan penuh perjuangan dalam mempelajarinya.
Dan Maa Syaa Allah, semangat menuntut ilmu itu diwariskan oleh kedua orang tuaku kepadaku. Sewaktu kecil, aku termasuk orang yang antusias untuk belajar mengaji, dan tentu saja kedua orangtuaku mendukungku. Saat itu di usiaku yang masih sekitar 3 tahun, aku ingin memiliki Iqro’, karena aku terkesan dengan tetanggaku yang belajar mengaji, aku sering ke rumahnya dan mengamatinya belajar mengaji, akhirnya orang tuaku pun membelinya. Dan Alhamdulillah saat masih TK aku sudah menamatkan Iqro’ dan memulai Al-Qur’an.
Orang tuaku hanya berpesan agar jangan meninggalkan shalat dan berpegang teguh dengan Al-Qur’an karena itulah kunci kemudahan di dunia ini. Akan ada saja cara yang Allah anugerahkan kepada kita untuk memudahkan setiap urusan kita. Akhirnya, demikianlah kisah perjuangan kedua orang tuaku dan semangat mereka diwariskan kepadaku dan kepada saudara-saudaraku. Keinginan Ibuku untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi ketika saat kecil dahulu, dan keinginan Ayahku untuk bisa memperdalam ilmu agama, akhirnya tersintesis dan menjadi tunas-tunas kehidupan yang menghijaukan perjalanan hidupku. Aku bertekad untuk bisa melanjutkan perjuangan mereka, melanjutkan pendidikan tinggi hingga jenjang tertinggi, dan memperdalam ilmu agama agar bisa menebarkan manfaat ke sesama. Semoga harapan dan perjuangan ini diridhai Allah, Aamiin Allahumma Aamiin.
Oke, demikian cerita hari ini. Lumayan panjang ya? Hehehe begitulah, karena itu aku ingin menuangkannya sejenak. Semoga bisa menginspirasi aku dan semua yang membaca cerita ini. Hidup hanya sekali dan hidup adalah perjuangan, maka hidup itu harus diperjuangkan dengan langkah yang tepat dan benar. Bagaimana caranya? Berjuanglah di jalan Allah. Berjidahadlah dengan ilmu!
Terima kasih telah membaca. じゃあね...
Posting Komentar