ARIANTOTLE

Rabu, 17 Agustus 2022

 


Dirgahayu Indonesiku yang ke-77

MERDEKA!

 

Berbicara tentang kemerdekaan, sudahkah dirimu merdeka?

Mungkin kita akan menjawab “Sudah dong, kan negeri kita sudah merdeka :) “

Yakin?

Bagaimana halnya dengan seseorang ini:

 

Ari adalah seorang mahasiswa yang saat ini sedang bergelut dengan tugas akhirnya. Entah yang mana yang akan berhasil ditumbangkan lebih dahulu diantara mereka, Ari atau tugas akhirnya itu. Berlarut-larut dalam hari, ia semakin kewalahan tatkala dihadapkan dengan problem lain yang menghalangi progressnya. Kekalutan antara tugas dan problem itu mengombang-ambingkannya dalam keresahan hingga muncul kekhawatiran akan masa depan. Ia semakin sulit untuk fokus pada penyelesaiannya dan beralih dalam menghadapi pikiran yang berkecamuk itu agar bisa dipaksa duduk berkompromi. Bukannya mau diajak berkompromi, pikirannya malah semakin liar menjangkau hal-hal yang tak mampu dikendalikan.

Ariantotle menghampirinya, ia hanya mengucapkan sebuah kalimat “Tenanglah, kekhawatiran itu hanya dibuat oleh pikiranmu, sedang dirimu sejatinya seorang yang merdeka. Merdekakanlah dirimu!”

Ari terdiam dan mencoba merenungi apa yang dikatakan Ariantotle.

 

Apakah kamu juga mengalami hal yang sama yang dialami Ari?

Ya, kita tentunya pernah berada dalam kondisi dimana pikiran kita sedemikian hiperaktif membuat asumsi-asumsi yang akan terjadi ataupun mengungkit hal-hal yang telah terjadi, tetapi mengabaikan apa yang terjadi saat ini, Pikiran kita terkadang dikendalikan oleh kekhawatiran dan hal lainnya hingga menutupi kemampuan untuk berpikir logis. Kalau sejenak saja kita mencoba menjaga jarak dari pikiran kita sendiri, kita mungkin akan mencapai kesimpulan yang berkesesuaian dengan apa yang Ariantotle katakan.

Maka, disinilah kita, pada detik ini mari kita menjadi sadar akan diri kita untuk memerdekakan diri dari belenggu pikiran sendiri.

Pada kesempatan kali ini, aku berkeinginan untuk mengupas tips-tips dalam memerdekakan diri dari pikiran yang membelenggu. Ada hal tertentu mengapa aku ingin mengangkat topik ini, terutamanya sebagai reminder bagi diriku sendiri yang terkadang juga dibawa lari ke sana kemari oleh pikiran dari kenyataan, juga sebagai suplemen bagi semua yang membutuhkan terutama teman-teman seperjuanganku yang saat ini sedang mengerjakan tugas akhir, yang…beberapa kadang dirundung insecure ketika melihat teman yang lain telah berproses lebih jauh.

Tips-tips ini berasal dari penelusuran yang pernah kurenungi dan kuimplementasikan dalam keseharian, yaitu metode mindfulness dan filosofi stoicism.

 

1. Metode Mindfulness

Mindfulness (kesadaran penuh) adalah konsep di mana kita fokus untuk hidup di saat ini. Bahasa kerennya, living in the moment. Tanpa berlebihan khawatir akan masa depan, dan tanpa memikirkan yang sudah lewat. Mindfulness itu mengamati tanpa mengkritik. Konsep ini bikin kamu menyadari apa yang kamu lakukan, tanpa membuat judge tertentu kepada dirimu sendiri.1 

Singkatnya, kamu hidup di mana waktu terus berjalan. Jika kamu disibukkan dengan pikiranmu yang terbang jauh di masa lalu dan masa depan, artinya kamu membiarkan masa kini terbengkalai.

 

The world is 3 days: As for yesterday, it has vanished along with all that was in it. As for tomorrow, you may never see it. As for today, it is yours, so work on it
Imam Hasan al-Basri

 

Kunci pertama dalam memerdekakan dirimu adalah kamu harus membawa perhatian penuh pada dirimu di saat ini, bukan dirimu yang di masa lalu dan juga bukan dirimu di masa depan. Jika kamu berhasil living in the moment, kamu akan bisa mengenali segala pikiran, emosi, dan perasaan fisik yang sedang menghampiri. Artinya kamu berhasil menjaga jarak dengan pikiranmu (dan perasaanmu) sendiri tanpa berada di dalam pengaruhnya.

Mempraktikkan mindfulness dapat membawa manfaat seperti2 :
  1. Merasa lebih terhubung dengan diri sendiri, baik secara fisik maupun emosional
  2. Kesadaran emosional yang lebih besar tentang diri sendiri dan individu di sekitarnya
  3. Pemahaman yang lebih baik tentang emosi diri dan penyebabnya
  4. Pengurangan stress

Sebenarnya ada beberapa cara dalam latihan mindfulness, namun semua kembali lagi kepada kemampuan diri dan cara mana yang kamu anggap pas bagimu. Beberapa cara tersebut di antaranya2 :

  1. Latihan pernapasan 4-7-8 (tarik 4 detik, tahan 7 detik, buang 8 detik)
  2. Meditasi berjalan: cobalah untuk berhenti berpikir dan fokuskan perhatian pada bagaimana rasanya secara fisik berjalan itu. Cobalah untuk mengalihkan perhatian dari pikiranmu dan fokuskan pada tubuhmu.
  3. Latihan 5 indra (sebutkan 5 hal yang dapat kamu lihat, 4 hal yang dapat kamu rasakan, 3 hal yang dapat kamu dengar, 2 hal yang dapat kamu cium, 1 hal yang dapat kamu cicipi)
  4. Tempatkan perhatianmu di bagian tertentu dari tubuhmu. Setelah selesai melakukannya, cobalah untuk memindahkan perhatianmu ke berbagai bagian tubuh yang lain.
  5. Terakhir, pikirkan berbagai emosi yang kamu rasakan pada waktu-waktu yang berbeda. Bagaimana rasanya emosi itu secara fisik? Apa yang mendorong munculnya emosi itu?  

Jika kamu telah berhasil menjaga mindfulness, maka kamu akan mudah dalam melakukan step selanjutnya yaitu filosofi stoicism.

 

2. Filosofi Stoicism

Stoicism adalah filosofi Yunani kuno yang dikembangkan oleh Zeno dari Citium sekitar tahun 300 SM, yang mengajarkan pengembangan pengendalian diri dan ketabahan sebagai sarana untuk mengatasi emosi yang negatif. Stoicism bukan berusaha untuk memadamkan emosi sepenuhnya, tetapi berusaha untuk mengubahnya yang memungkinkan seseorang untuk mengembangkan penilaian yang jelas, ketenangan batin dan kebebasan dari penderitaan yang dianggap sebagai tujuan akhir.3 

Secara definisi, stoicism adalah pandangan atau filosofi hidup yang ditopang oleh dua pilar utama, yaitu cardinal virtues atau dasar-dasar kebajikan dan dichotomy of control atau dualitas pengaturan hidup.

Pilar pertama bernama cardinal virtues, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai dasar-dasar kebajikan. Kebajikan tersebut adalah kebijaksanaan praktis, keberanian, keadilan, dan kesederhanaan.

Pilar kedua yaitu dichotomy of control. Pilar ini merupakan implementasi stoicism yang menciptakan kebahagiaan dalam hidup. Disebut dualitas karena dalam ini kita hanya dihadapkan dengan dua kemungkinan, yakni hal-hal yang bisa dikontrol dan hal-hal yang diluar kontrol. Tentu untuk mendapatkan kebahagiaan, seorang stoic perlu melatih dirinya untuk fokus pada hal-hal yang dapat dikontrol.4


The chief task in life is simply this: to identify and separate matters so that I can say clearly to myself which are externals not under my control, and which have to do with the choices I actually control  
Epictetus

 

Lalu, apa saja hal-hal yang dapat kita kontrol dan yang tidak dapat kita kontrol?

 

There are things which are within our power, and there are things which are beyond our power. Within our power are opinion, aim, desire, aversion, and, in one word, whatever affairs are our own. Beyond our power are body, property, reputation, office, and, in one word, whatever are not properly our own affairs 

 Epictetus


Ya, hal yang dapat kita kontrol adalah diri kita sendiri, baik itu opini, tujuan, keinginan, ketidakinginan dan sebagainya. Sementara yang tidak dapat kita kontrol adalah hal-hal yang di luar kemampuan kita.

Jadi, setelah sebelumnya kita mindful terhadap moment dan diri kita saat ini di mana kita berhasil menjaga jarak dari pikiran yang membelenggu, selanjutnya kita harus menyadari mana hal yang dapat kita kontrol dan mana yang tidak dapat kita kontrol. Hal itu akan melepas pikiran-pikiran yang tidak bermanfaat yang mungkin sebelumnya kita kita kira itu hal yang patut diperhatikan.

Kita ambil contoh misalnya kasus Ari yang overwhelmed dalam menangani tugas akhirnya tadi. Anggap Si Ari mendapatkan gosip miring dari orang lain mengenai dirinya, lalu ia tidak sengaja memecahkan piring warung makan tadi pagi hingga dimarahi pemiliknya, ditambah tiba-tiba listrik mati dengan keadaan baterai laptop sekarat saat dia sedang fokus mencari sumber literatur yang juga tak kunjung jumpa. Perasaan campur aduk, pikiran kesana kemari, dan lelah secara mental pun dialami Ari akibat memikirkan semuanya. Tidak hanya itu, ia pun masih juga berlanjut memikirkan apa yang akan dikatakan dosen pembimbingnya terkait tugas akhirnya itu jika nanti ia telah menyerahkannya.

Kalau kita memposisikan diri sebagai Ari dengan menggunakan metode mindfulness dan stoicism, kita akan bisa melihat lebih jelas problem Ari tersebut. Langkah pertama, kita perlu mindful dan menjaga jarak dari pikiran yang sedang berkecamuk dengan memfokuskan diri dengan moment saat ini. Setelah itu, kita perhatikan mana hal yang dapat dikontrol dan yang tidak. Perkataan dosen pembimbing terhadap hasil tugas akhir? Oke, itu hal yang tak dapat kita kontrol, kita skip, biarkan itu tetap di masa depan. Opini terhadap gosip miring, perasaan kalut karena memecahkan piring dan sebal karena mati listrik? Oke, opini dan perasaan itu dapat kita kontrol. Selanjutnya bagaimana cara kita mengontrolnya? Atau…perlukah opini dan perasaan itu diberi perhatian dan apakah memiliki manfaat jika ditindaklanjuti? Selain hanya sebagai sarana evaluasi diri dan bersabar atas apa yang terjadi, rasanya tidak perlu ditindaklanjuti lebih jauh, apalagi sampai membuat asumsi-asumsi baru yang menjadi beban pikiran lagi. Finally, sampailah kita pada tahap menyadari hal yang dapat kita kontrol sepenuhnya, yaitu menyelesaikan tugas akhir tanpa kekhawatiran akan masa depan, cukup melakukan yang terbaik di moment saat ini.

Jadi kira-kira seperti itulah alurnya. Dengan mindful dan memahami apa yang dapat kita kontrol, kita dapat berpikir lebih logis dan bisa menerima keadaan tanpa diombang-ambingkan oleh perasaan dan belenggu pikiran.

Oke, mungkin sekian untuk post kali ini, semoga tips di atas bermanfaat bagi semua. Tetap semangat!


Sumber:

1 Mindfulness: Cara Menyayangi Diri dengan Hidup di Saat Ini

2 Apa itu mindfulness (kesadaran penuh)?

3 Filosofi Stoicism: Ciptakan Ruang Bahagiamu!

4 Mengenal Filosofi Stoicism, Pola Pikir yang Menciptakan Kebahagian dalam Hidup


Post a Comment