ARIANTOTLE

Kamis, 28 September 2023


DARNIM: Kegelapan Senja


Ari terbangun di suatu dunia misteri, penuh dengan keindahan sekaligus keheranan. Bagaimana tidak? Tepat di depan matanya menjulang sebuah pohon yang sangat besar dengan bentuk yang membingungkannya.

“Pohon apa ini? Batangnya kayak batang pohon aras, tapi daunnya kayak daun mimba. Eh? Yang itu daunnya kayak daun bidara!”

Ia semakin keheranan setelah melihat secara seksama ternyata daun pohon ini berbeda-beda, hanya beberapa yang dapat dikenalinya.


Setelah sekian lama takjub pada pohon yang ia beri nama Pohon Darnim itu, ia segera memperhatikan keadaan sekitar. Kosong. Sejauh mata memandang hanya rumput dan beberapa bunga yang juga berbentuk unik. Ia tak melihat adanya bangunan, kendaraan, ataupun manusia. Bahkan, ia juga baru sadar bahwa tak ada pohon lain selain Pohon Darnim di tempat ini.


“Eh?”

Sesuatu bercahaya memalingkan pandangannya ke atas. Tepat di atas kepalanya ia melihat sesuatu yang menyilaukan turun perlahan dan melayang di hadapannya. Setelah cahayanya redup, barulah ia tahu ternyata benda bercahaya itu adalah daun mimba yang berjumlah 4 buah dan membentuk seperti kupu-kupu. Dan daun itu hidup! Seakan itu benar-benar kupu-kupu!


“Sebenarnya tempat apa ini?”

Ari pun bangkit dan segera berjalan ke sekitar berharap ada petunjuk mengenai tempat ini. Tiba-tiba langit perlahan redup. Ia melihat seakan-akan warna biru langit ditarik dan menyisakan warna hitam pekat, hingga hamparan bumi di bawahnya berada dalam kegelapan. Kegelapan yang belum pernah ditemuinya, dengan cara yang tak pernah terpikir olehnya. 


Ari mulai panik dan bergegas pergi menjauhinya. Namun kegelapan itu lebih cepat dari langkah kakinya.


Brakkk

Ari terjatuh karena tak sengaja ia tersandung sesuatu, setelah dilihatnya ternyata itu adalah sebuah lentera. Ia juga melihat ternyata daun berbentuk kupu-kupu mengikuti dirinya. Tak lama setelah itu, kegelapan telah berada di atasnya dan akan menyelimuti langit seluruhnya.

“Ini bukan kegelapan malam, ini kegelapan tanpa bintang, tanpa bulan!”


Semua gelap. Ia tak melihat apa-apa. Ia bahkan tak melihat lentera yang berada dalam genggamannya. Ia bingung harus melakukan apa. Ia tidak tahu harus kemana. Ia tidak tahu apa-apa lagi. Yang ia tahu hanya dirinya yang sadar akan kegelapan.


Tiba-tiba sesuatu menyentuh punggung tangannya. Sesuatu itu mulai bercahaya dan Ari tahu bahwa itu adalah daun berbentuk kupu-kupu tadi. Seketika kilatan cahaya berputar mengitarinya lalu cahaya itu terbang ke langit dan membentuk tulisan yang dapat ia baca.


Tertunduk

Terdiam

Dalam dekap gelap asaku disekap

Dan bayang-bayang pun menghilang

Pergi, tanpa sepatah kata


Sendiri 'ku dalam diam

Memandang langit, mengharap bintang

Yang kini tiada

Pergi, tanpa sepatah kata


Tinggallah aku dan diriku

Dan lentera tak bercahaya

Terkurung dalam semesta yang membisu

Hening, tanpa sepatah kata


Masing-masing huruf dari tulisan itu menyebar ke segala penjuru dan kegelapan yang menyelimuti perlahan sirna dengan cara yang tidak biasa. Kegelapan berlubang! Langit gelap laksana kertas yang ditorehkan tinta jingga misterius.


Air mata senja mengiringi kepergian mentari

Meninggalkanku di balik bayang-bayang diri

Ingin kukejar ia, namun apalah daya

Tak sanggup berjalan, seakan langkah ini terkunci


Aku memanggilmu angin

Sampaikan kata-kataku dalam hening

Bawalah makna di segenap penjuru yang kauingin

Biarkan aku dan air mata yang t'lah mengering

Menjadi saksi dari harapan di malam yang dingin


Berkali-kali dingin menawarkan angan

"Tidakkah hidup ini amat mengesalkan?"

Kukatakan, kekesalan t'lah terbakar api harapan

Dan tak ada yang tersisa kecuali keyakinan


Tulisan itu perlahan sirna dengan terbukanya keseluruhan langit berwarna jingga. Ari terdiam dan termenung. Keheranan dengan apa yang terjadi. Ini lebih mengherankan daripada pohon bermacam daun yang ia temui saat pertama kali terbangun.

“Aku merasa tulisan yang pertama muncul di kegelapan tadi itu perasaanku yang berkata-kata. Tapi, tulisan kedua yang melubangi kegelapan itu apa?”


Daun berbentuk kupu-kupu turun dari langit dan melayang di hadapannya.

“Kamu ini sesuatu yang mengherankan,” ujar Ari sembari mendekatinya.

Ari mengamati daun berbentuk kupu-kupu itu dan menemukan kalau bentuknya sedikit berbeda dari bentuk sebelumnya dan ia kemudian menyadari bahwa 2 dari 4 daun sebelumnya telah menghilang. Seketika daun berbentuk kupu-kupu terbang menuju matahari terbenam lalu berhenti seperti memberi isyarat agar Ari ikut. Ari pergi mengikutinya dan saat itu juga hujan turun dengan derasnya. Tak ada tempat berteduh. Tak ada yang bisa dilakukan selain terus melangkah dan mengikuti daun berbentuk kupu-kupu yang terbang di antara kilauan hujan di langit senja.

3 Komentar

  1. Malam,
    Bukankah kau tau aku tak lagi mampu berdiri
    Temaram mu pun tak jua membasuh sepi
    Kruk ku terlalu goyah untuk menanggung kesepian sendiri
    Namun, kau biarkan bintang terus bersembunyi
    Tinggalah aku di antara kerumunan sunyi

    Malam,
    Sampaikan salamku padanya,
    Bahwa bintang akan selalu berpulang
    Meski langit sedang meradang
    Dan mendung lebih dulu menjelang
    Percayalah, Ia kan selalu ada di setiap remang dan bayang

    Malam,
    Sampaikan padanya,
    "Tidakkah hidup ini amat mengesalkan?"
    Katakanlah, kekesalanku telah menjelma nisan
    Yang kerap meluluhlantakkan dirinya sendiri
    Dari rangkaian imaji yang tak lagi ku kenali

    Malam,
    Sampaikan pada bintang,
    Bahwa lisanku tak seindah lisan para pendoa dalam menyanjungmu
    Atau seramah binar mata anak kecil tatkala bertemu
    Aku hanyalah gadis yang gemar mengadu
    Berbekal keluhan yang itu-itu saja

    BalasHapus

Posting Komentar