ARIANTOTLE

Hi guys! 

Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga sehat selalu ya.


Ada yang tau hari ini hari apa? 

Hari Kamis! 

Ya benar! Tapi ada yang spesial di hari Kamis ini. Hari ini adalah Hari Penglihatan Sedunia 2024, yang jatuh pada hari Kamis minggu kedua bulan Oktober setiap tahunnya. Mari kita jadikan momentum ini sebagai pengingat untuk selalu menjaga mata kita, karena mata kita ini adalah anugerah terindah dari Allah SWT sehingga kita dapat melihat ciptaan-Nya yang indah-indah. 


Oke, kali ini aku mau share pengalamanku seputar dunia penglihatan. Yap! Mungkin teman-teman sudah tau kalau aku pengguna kacamata, dan saat ini sudah berjalan hampir 2 tahun. Sebenarnya aku menyadari ada yang tidak beres dengan penglihatanku itu jauh sebelumnya. Dan berikut kisahnya.


Pada akhir SD, yaitu sekitar tahun 2012. Aku mengalami fenomena aneh di suatu malam ketika aku sedang melihat langit malam. Jadi, aku punya kebiasaan untuk melihat langit malam, baik bulan, bintang, atau awan-awan, dan kebiasaan itu terus berlangsung sampai sekarang. Pada malam itu, aku melihat bulan berbeda dari biasanya, bulan itu berbayang! seperti ada 2 bulan yang beririsan. Dan aku tidak tahu itu apa dan kenapa. Tapi yang kusadari, ketika aku menyipitkan mata, bayangan itu menghilang. 

"Mungkin mataku kecapean," pikirku.


Aku tidak memikirkan lebih lanjut karena pikirku mungkin akan hilang kalau aku tidur. Ternyata, keesokan harinya penglihatanku masih berbayang, begitupun hari-hari selanjutnya. Aku belum memberitahukan masalah ini kepada kedua orangtuaku karena khawatir mereka marah, takut dikira karena aku banyak main HP (Ketika akhir SD, aku sudah memiliki HP dan baru kugunakan untuk mengeksplor Google, YouTube, Facebook, dan Twitter. Sementara di tahun 2013 aku mulai ngeblog, seperti yang kuceritakan di postinganku Pengalaman Custom Domain Blogspot dan Perjalananku Ngeblog dari Awal hingga Kini). 


Aku pun menjalani masa-masa SMP seperti biasa. Ketika SMP ini, biasanya susunan tempat duduk dirolling dari depan ke belakang tiap bulannya. Ketika posisi dudukku di depan atau di tengah aku tidak masalah karena masih bisa ngeliat tulisan di papan tulis, tapi ketika tiba masa di mana aku duduk paling belakang, disitu aku mulai kesulitan melihat papan tulis karena agak berbayang. Aku pun biasanya meminta tolong teman sebangkuku untuk membacakannya untukku atau melihat catatannya.


Beranjak SMA, aku masih belum menggunakan kacamata. Persoalannya masih sama ketika SMP,  yaitu kadang susunan tempat duduk dirolling sehingga ketika aku posisi di belakang, aku agak kesulitan melihat. Tapi ketika SMA ini umumnya aku duduk di depan atau di bagian tengah, jarang duduk di belakang kecuali ditempatkan guru pas ujian 😅


Awal masuk kuliah, aku pun masih belum menggunakan kacamata meski terkadang mataku agak sakit kalau lihat proyektor di papan tulis lama-lama dan juga kalau malam aku benar-benar kesulitan melihat karena cahaya lampu, motor, mobil dan sebagainya terlalu menyilaukan di mataku (karena sumber cahaya yang kulihat seakan-akan ada dua, jadi cahayanya mengganda). Syukurnya ketika kuliah ini aku bisa ngambil bangku paling depan karena posisi tempat duduk tidak ditentukan. Aku pun selalu ambil posisi paling depan atau 2 bangku dari depan, sampai-sampai ada salah satu dosenku yang juga menjadi dosen penguji di Ujian Komprehensif berkata kalau beliau mengenalku karena aku sering duduk di bangku paling depan. 


Pernah ada persitiwa aku datang terlambat, dan untungnya masih masuk batas toleransi keterlambatan 15 menit jadi aku masih diizinkan masuk. Aku pun mengambil jalan mutar ke belakang lalu duduk di bangku yang kosong. Dan ya! Aku tidak bisa melihat jelas apa yang tertulis di papan tulis. Aku pun maju ke bangku yang di tengah, masih kesulitan untuk melihat jelas, hingga aku menemukan satu bangku kosong di bangku nomor 2 dari depan, akhirnya baru aku bisa nyaman belajar.


Aku sebelum memakai kacamata


Pada bulan Februari 2021, aku tiba-tiba punya keinginan untuk memeriksakan mataku, selain karena penasaran dengan apa yang kualami, saat itu mataku juga mulai sering sakit. Akhirnya di hari Sabtu 27 Februari 2021, aku pun mencoba memeriksakan diri ke dokter mata di salah satu Rumah Sakit Mata di Kota Pekanbaru. 


Degdegan rasanya ketika akan diperiksa karena selama bertahun-tahun aku tidak tahu apakah mataku ini minus atau silinder dan berapa sebenarnya minus atau silindernya itu. Ketika nomor urutku dipanggil, aku pun dipersilakan masuk di suatu ruangan yang mana di sana ada alat unik yang aku tidak tahu namanya. Aku disuruh mendekatkan mukaku ke alat itu dan melihat ke dalamnya melalui dua lubang seperti di mikroskop. Di dalam alat itu aku cuma melihat pemandangan dan satu objek di tengahnya, lalu disuruh fokus pada objek itu. Dokter itu pun mengumpulkan informasi dari alat itu dan kemudian bilang kalau mataku akan dihembuskan angin, jadi jangan berkedip. Pada percobaan pertama, aku refleks berkedip. Akhirnya diulang beberapa kali. 


Setelah dari alat itu, aku langsung menuju suatu bangku dan di depan layar ditampilkan tulisan-tulisan dari besar hingga kecil (snellen chart) menggunakan proyektor. Dokter menyuruhku untuk membaca dan ternyata aku bisa membaca semuanya sampai bawah. Wah! mengherankan sekali, berarti bukan minus. Tapi unik juga, kenapa aku bisa membaca tulisan-tulisan itu tapi ketika di papan tulis pas kuliah malah tidak terbaca?


Aku lalu diarahkan ke suatu ruangan dan ada dokter di dalamnya, seorang ibu-ibu berjas putih yang menunggu dengan senyum. Aku duduk berhadapan dengan beliau lalu beliau menanyakan apa keluhan yang aku alami. Aku pun memberitahu bahwa penglihatanku berbayang dan akhir akhir ini mataku sering sakit. Setelah itu mataku dicek kembali menggunakan suatu alat dan beliau pun mengatakan sepertinya aku ada silinder 0.25 s/d 0.50 di mata kanan. Kemudian aku diarahkan untuk kembali ke ruang pemeriksaan minus sebelumnya dan kini diganti lensa silinder. Mulai dari lensa 0.25 hingga 0.50 dicoba, setiap kali dokter menanyakan "Masih berbayang?", aku pun menjawab "Masih, Pak".

"Aneh," pikirku, mungkin demikian juga yang dipikirkan dokternya. Aku pun diarahkan kembali kepada dokter sebelumnya. 


Di ruangan dokter itu, kami pun berdiskusi. Beliau juga bingung kenapa di alat terdeteksi silinder tapi aku masih melihat tulisannya berbayang walau sudah dipakaikan lensa silinder sesuai ukuran yang diperkirakan. Aku pun teringat satu hal. 

"Dok, ada satu yang mau saya tanyakan," ujarku.

"Apa itu?"

"Mata kiri saya tidak bisa melirik ke kiri dok"

Setelah itu dokter pun mengambil pena dan menyuruhku untuk memfokuskan pandanganku ke pena itu sambil pena nya digerakkan ke atas, ke bawah, ke kiri, dan ke kanan. Yap, ketika pena diarahkan ke kiri, mata kiriku tidak bisa melirik ke arah itu sementara mata sebelah kanan bisa. beliau pun menyadari kalau aku mengalami suatu gangguan saraf di mata kiriku. Beliau mengatakan bahwa itu disebut Sixth Nerve Palsy atau disebut juga Kelemahan Saraf Abdusen. Saraf abdusen ini berfungsi untuk mengendalikan otot mata rektus lateral yang berperan sebagai penggerak mata ke arah luar, misalnya melihat ke arah telinga. Kasus ini lumayan jarang terjadi, menurut penelitian Patel et al. (2004), kasus ini bisa terjadi pada 11 dari 100.000 orang tiap tahunnya di Amerika Serikat. Sementara itu penelitian Jung et al. (2019) menyebutkan bahwa kasus ini bisa terjadi pada 5 dari 100.000 orang tiap tahunnya di Korea Selatan. Untuk di Indonesia aku belum menemukan datanya.

"Sejak kapan seperti ini?" tanya dokternya. 

"Mungkin dari kecil Bu, atau dari lahir, kurang ingat juga".

Ya, karena waktu kecil aku tidak menyadarinya. Cuma, ketika melihat album foto waktu kecil, aku bisa melihat memang sejak kecil tidak ada fotoku yang melirik ke kiri.

Beliau pun mengatakan bisa jadi penglihatan berbayangku ini karena pengaruh dari Sixth Nerve Palsy itu, karena efek lain dari gangguan ini adalah penglihatan ganda. Tapi beliau masih kurang yakin karena banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Akhirnya, aku hanya diberikan resep obat tetes mata untuk mengatasi mataku yang sakit. Beliau berpesan agar minggu depan menemui beliau lagi dan melihat perkembangannya, kalau misalnya memang masih berbayang dan karena silinder, beliau akan membantuku untuk membuatkan kacamata kalau aku mau. 


Seminggu kemudian alhamdulillah mataku tidak terlalu sakit lagi. Namun aku belum bisa menemui beliau setelahnya karena pada saat itu aku lumayan sibuk ke kampus. Aku pun menjalani hari-hari seperti biasanya, dengan penglihatan yang masih berbayang. 


Pertengahan tahun 2021, aku mulai melaksanakan pra-penelitian. Jadi, penelitian yang akan kulakukan nantinya ialah kultur jaringan yang mana menggunakan bagian kecil dari tanaman (eksplan) untuk ditanam pada media dalam kondisi steril (baca selengkapnya mengenai materi Kultur Jaringan atau kisahku selama di laboratorium), hal ini membutuhkan ketelitian yang tinggi. Dari pra-penelitian ini aku menyadari kalau gangguan penglihatanku ini menyebabkan aku kesulitan mengupas kulit biji jeruk. Aku perlu mendekatkan mukaku ke biji jeruk itu, tapi cara ini sangat tidak disarankan karena meski sudah menggunakan masker, bisa saja dari hembusan napas atau sesuatu dari tubuhku mengontaminasi biji jeruk yang akan kutanam.


Aku melaksanakan pra-penelitian hingga bulan Maret 2022 dan bulan-bulan berikutnya aku pun menyusun proposal, hingga akhirnya aku selesai mengurus semua persyaratan untuk Seminar Proposal di bulan November 2022. Tiba-tiba aku kepikiran untuk memeriksakan mataku kembali, karena setelah Seminar Proposal nantinya aku akan melaksanakan penelitian yang sebenarnya. Berkaca dari pra-penelitian, dengan kondisi penglihatan seperti ini, aku bisa kewalahan ketika penelitian nantinya.


Menjelang akhir bulan November 2022, aku pulang ke Dumai sebentar untuk rehat sejenak sekaligus meminta restu orangtuaku sebelum melaksanakan Seminar Proposal. Pada kesempatan ini aku menyempatkan untuk mengecek mata di RSUD Dumai ditemani Oomku. Kami ke Puskesmas terlebih dahulu untuk membuat surat pengantar lalu ke RSUD. Disana, Aku mengantri dan mendaftar dengan BPJS. Setelah cukup lama, aku diarahkan ke poli mata dan mulai melakukan pengecekan seperti sebelum-sebelumnya. 


Dimulai dengan pengecekan visus mata menggunakan poster snellen chart (berbeda dengan di Pekanbaru yang snellen chartnya melalui proyektor), lalu dilanjutkan ke ruangan dokter dan diperiksa menggunakan alat. Dari pemeriksaan visus mata, dikatakan kalau mataku minus 0.5 sementara mata kiri normal. 

"Kemarin silinder, sekarang minus?" batinku. 

Aku jadi bingung. Tapi sewaktu pemeriksaan visus mata, memang ketika menggunakan lensa -0.5 aku bisa melihat dengan jelas. Akhirnya akupun dibuatkan resep dan bisa memesan kacamata di salah satu dari dua toko optik yang bekerjasama dengan RSUD. Aku memilih toko optik yang lokasinya tak terlalu jauh dari rumahku. 


Setelah memberikan resep kacamatanya, aku diberitahu untuk datang lagi sekitar 2 hari kemudian. Akhirnya setelah 2 hari aku kembali ke toko optik itu.

"Atas nama siapa?"

"Arianto, Bu".

Beberapa saat mencari, Ibu itu pun memberikan sebuah kotak kacamata kepadaku.

"Coba dites dulu," ujar Ibu itu. 

Aku pun mencoba memakainya dan seketika mataku berkaca-kaca. Aku bisa melihat nama toko seberang jalan dengan jelas. Dunia rasanya jadi lebih jernih. Setelah itu, aku melepas kacamatanya dan meletakkannya kembali ke kotaknya. 

"Enggak langsung dipakai aja?" tanya Ibu itu. 

"Enggak Bu, nanti aja," jawabku. 

Ya... aku masih agak malu pakai kacamata. Dan juga sepertinya mataku perlu beradaptasi dengan kacamatanya. 


Aku dan kacamata pertamaku


Pada minggu pertama memakai kacamata, mataku masih menyesuaikan diri dengan kacamatanya, dibilang pusing bukan pusing, tapi pandanganku jadi agak berbeda, rada-rada aneh,  mungkin teman-teman yang pakai kacamata bisa relate dengan apa yang kumaksud. Namun hari-hari setelahnya, pandanganku menjadi lebih nyaman dan lebih jelas. Aku pun menggunakan kacamata kalau sedang ke kampus, sementara ketika di kos kulepas. 

Selama awal-awal memakai kacamata ini, alhamdulillahnya aku ga ada menerima komentar aneh-aneh dari teman-temanku atau yang lainnya. Dulu aku selalu overthinking dan bikin ragu buat makai kacamata karena khawatir dibilang culun atau sok gaya-gayaan 😅 Ternyata nggak. Malah sepertinya teman-temanku memakluminya. Palingan ditanya minus berapa atau disuruh liat tulisan yang agak jauh bisa kebaca atau nggak. Yang paling unik mungkin pas aku main ome.tv bareng teman, terus ketemu kakak-kakak yang langsung bilang "Kamu wibu ya?" 😅 "Aura wibunya kuat kali," sambungnya.
"Kenapa ya orang yang make kacamata sering dibilang wibu?" batinku.
Tapi memang sih aku lumayan suka hal-hal berbau Jepang. Tapi, ga sewibu itu kok. 

Hari-hari pun berlalu dan aku bersyukur sudah membeli kacamata sebelum penelitian, jadinya aku lebih mudah untuk mengenali bagian yang perlu ditarik untuk mengupas kulit biji jeruk.

Tapi ada satu hal yang masih belum teratasi, penglihatanku masih berbayang terutama ketika malam, cahaya menjadi mengganda. Ya, meski menggunakan kacamata ini aku bisa melihat lebih jelas, permasalahan masih terjadi terutama waktu malam. Aku kesulitan melihat jalanan yang dipenuhi lampu-lampu motor ataupun kesulitan melihat papan nama kedai yang menggunakan lampu warna-warni. Tapi memang, bayangan dan cahaya yang mengganda itu tidak seburuk ketika tidak memakai kacamata.

Akhirnya pada tanggal 21 Februari 2024 kemarin aku memeriksakan mata lagi. Tapi kali ini langsung ke toko optik yang lain karena kalau periksa di RSUD menggunakan BPJS, ada jeda waktu 2 tahun sebelum bisa mengganti kacamata lagi sementara aku baru genap 2 tahun pas November 2024 nanti. 

Pada pemeriksaan yang ini, aku merasa pemeriksaanya lebih detail dibandingkan 2 pemeriksaan sebelumnya. Jadi ada pemeriksaan menggunakan alat, setelah itu pemeriksaan visus mata menggunakan snellen chart yang ditampilkan melalui proyektor, lalu ada tes-tes lain yang aku kurang tau, salah satunya ada kontras warna biru merah yang ada tulisannya, ada bagian yang aku kurang bisa baca. Setelah itu beberapa kombinasi lensa dicobakan kepadaku dan aku disuruh baca snellen chart dan beberapa tes lainnya. Di akhir, aku disuruh coba 2 kacamata yang lensanya sudah diatur, aku belum dikasih tau apa aja lensanya, cuma Ibu itu menanyakanku yang mana antara kedua kacamata itu yang aku bisa melihat jelas dengannya dan kalau melihat lantai atau benda lainnya penglihatanku tidak terasa seperti bergelombang atau terdistorsi. Ibu itu melanjutkan bahwa salah satu kacamata itu ada lensa -0.25 di sebelah kirinya. Aku pun mencoba kedua kacamata itu dan berganti berkali-kali hingga aku bisa memilih salah satunya berdasarkan apa yang kurasakan, karena memang keduanya hampir sama di penglihatanku awalnya, tapi kemudian aku bisa membedakan yang mana yang sesuai bagiku antara keduanya. 

Kemudian Ibu itu memastikan kembali pilihanku, dan aku pun yakin dengan pilihanku. Ibu itu pun mengatakan bahwa mata kananku silinder 0.50 dan kiri minus 0.25.
"Yang kanan silinder?" tanyaku heran. 
Bagaimana tidak, karena selama ini aku menggunakan kacamata minus 0.50 dan aku bisa melihat jelas dengan itu walau masih berbayang. 
"Kok beda dengan RSUD ya? Tapi sama dengan yang di Pekanbaru? Cuma... kenapa di Pekanbaru kemarin aku masih melihat benda berbayang walau sudah dipakaikan lensa silinder?" aku terus bertanya-tanya dalam hati. Suatu yang unik, pada pemeriksaan kali ini aku memakai lensa silinder yang memang dalam penglihatanku itu benda-benda dan tulisan tidak lagi berbayang, terutama benda dan tulisan yang bercahaya. 

Akhirnya, Ibu itupun menuliskan resep lalu memberikannya ke bagian resepsionis. Aku awalnya hanya niat memeriksa mata aja dan perlu membayar... sekian rupiah (aku lupa). Tapi tiba-tiba aku punya keinginan untuk buat kacamata baru, karena terungkap selama ini mata kananku silinder dan mata sebelah kiri juga sudah ada minus meski cuma -0.25. Alhamdulillah waktu itu uangku cukup untuk membeli kacamata dan karena membeli kacamata, biaya pemeriksaan tadi jadi gratis, aku hanya perlu membayar biaya pembuatan kacamata, Rp. 570.000. Kacamatanya sudah bisa diambil esok hari, tapi aku ambil dua hari setelahnya. Akhirnya aku pun memakai kacamata baruku karena memang lebih nyaman. Benda-benda atau tulisan tidak lagi berbayang, terutama waktu malam aku menjadi lebih mudah melihat dan tidak kesilauan lagi. Hingga saat ini, aku masih memakai kacamataku yang kedua ini. 

Aku dan kacamataku yang kedua

Mungkin teman-teman ada yang bertanya, bukannya silinder 0.5 dan minus 0.25 itu masih kecil ya? Kenapa Ari memilih pakai kacamata? 
Sebelumnya aku juga bertanya-tanya demikian, memang kelihatannya kecil. Tapi kembali lagi ke diri kita sebenarnya, apakah kita perlu dan nyaman memakai kacamata? Kalau aku pribadi, meski kelihatannya silinder dan minusnya kecil, tapi aku merasa perlu memakai kacamata karena selain lebih nyaman dan mataku tidak terasa sakit maupun tegang lagi selama memakai kacamata, penglihatanku juga jadi lebih jelas dan tidak berbayang lagi baik jauh maupun dekat. Aku baru menyadari satu hal, selama ini aku terus merasa ada yang berbeda antara diriku yang sekarang dengan diriku sewaktu kecil dan baru kusadari ketika aku memakai kacamata. Sewaktu kecil, aku senang sekali mengamati sekitar, burung-burung yang berterbangan ataupun bertengger di pepohonan, bunga-bunga yang mekar, dan sebagainya. Tapi semenjak penglihatanku kurang jelas, aku jadi jarang melihat hal-hal seperti itu. Jangankan melihat burung bertengger, aku melihat pohon pun ga ada bedanya antara ranting sama daun, yang kulihat cuma hijau-hijau gitu aja 😅 Ketika menggunakan kacamata, aku merasakan perasaan yang sama sewaktu kecil dulu. Aku jadi lebih mengapresiasi dan mensyukuri alam sekitar yang indah-indah ini. 

Oke, mungkin sekian pengalamanku. Untuk bagian ini, aku ingin menulis 3 hal apa saja yang menjadi struggle ketika memakai kacamata, yang mungkin relate dengan teman-teman. 

1. Kacamata sering melorot
Terkadang ukuran kacamata berbeda dengan muka kita yang unik ini. Aku juga mengalami hal yang sama, terutama di kacamata pertamaku. Kacamata pertamaku seperti yang sudah kuceritakan, kudapatkan dari BPJS. Sebenarnya untuk bingkai kacamata yang kita dapatkan kalau menggunakan BPJS itu tergantung golongan BPJS kita. Kebetulan BPJSku golongan 3 dan pilihannya lumayan terbatas. Aku memilih bingkai yang menurutku sesuai denganku walau ganggangnya agak kepanjangan dan menyebabkan kacamatanya sering melorot. Tapi hal ini dapat diatasi dengan menggunakan earhook, semacam pengait dari silikon yang diletakkan di ganggang kacamata agar bisa ketahan di telinga. Aku memesannya di toko online dan harganya lumayan murah. Kalau ada teman-teman yang punya masalah yang sama, cara ini bisa dicoba. 
Untuk kacamataku yang kedua ini sebenarnya juga sering melorot awal-awalnya, cuma karena ganggangnya lebih kecil dan lumayan elastis, aku bisa membengkokkannya perlahan-lahan sehingga bisa ketahan dan tidak melorot lagi. 

2. Kacamata berembun
Ini lumayan agak ngeselin sih wkwk. Apalagi ketika pakai masker, kalau tutupan maskernya tidak pas, udara yang dikeluarkan bisa mengembun di kacamata. Kalau untuk ini, aku belum menemukan solusi. Ya meski kacamata kita berembun, lambat laun embunnya juga menghilang. 

3. Kacamata basah ketika hujan
Salah satu hal yang membuatku kadang bimbang mau keluar yaitu pas hujan, apalagi malam hari. Kalau pakai kacamata, lensanya bisa basah dan butiran airnya kelihatan di depan mata kita, tapi kalau ga pakai kacamata, penglihatan jadi kurang jelas. Kalau untuk ini, aku biasanya memakai topi (FYI, aku kalau keluar memang suka pakai topi) dan menurunkannya sedikit agar bisa menutupi bagian lensanya jadi tidak terlalu basah. Atau bisa juga dengan memakai helm jadi lensanya bisa terlindungi. 

Bagaimana teman-teman perkacamataan? Relate ga? 😅
Aku juga ingin menuliskan 3 hal yang bisa dilakukan sebagai langkah untuk menjaga mata kita. Bagi yang tidak memakai kacamata, semoga matanya tetap sehat. Dan bagi yang memakai kacamata, semoga minus/plus/silindernya ngga nambah dan kalau bisa mudah-mudahan sembuh.

1. Sering makan sayuran
Jangan lupa makan sayur, terutama sayur yang mengandung vitamin A seperti wortel, bayam, dan lainnya karena baik untuk mata.

2. Jaga jarak dan jangan natap HP/Laptop/Komputer lama-lama. Istirahatkan juga mata. Kalau bisa lakukan senam mata.
Hal ini dilakukan agar mata kita tidak lelah dan otot-otot mata kita jadi terlatih. 

3. Rutin periksa mata ke dokter
Periksa mata ke dokter sebenarnya langkah preventif jadi kita bisa mengenali kondisi mata kita, kalau-kalau misalnya ada masalah jadi bisa lebih cepat ditangani. Misalnya ternyata mata kamu sudah minus atau minusnya bertambah, kamu bisa lebih tanggap mengenai hal apa yang harus dilakukan. Karena umumnya ketika minus masih kecil, besar kemungkinan untuk kembali normal (demikian info yang kubaca). Beberapa dokter menyarankan untuk memeriksa mata sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, ada juga yang menyarankan minimal 1 tahun sekali.

Oke demikian ceritaku hari ini. Lumayan panjang ya? Semoga tetap antusias ya membaca postinganku ini 😅
Apa teman-teman punya cerita terkait dunia penglihatan juga? Boleh share di komen ya 🌿


2 Komentar

  1. Wkwk iyaa relate sii.. cuman kacamataku jarang melorot ri, karna idungkuu aga mancung laa (pede amat yaaa.. wkwk)... Yang nyebelin nya kalo lagi hujan naik motor, kacamata udh buram aja, kudu buru2 dilap pake hijab :'), atau sering kecarian kalo lupa ngeletakin kacamata dimana .. wkwk

    BalasHapus
  2. Wah syukurlah kalau hidungnya mancung 😅 privilege hidung mancung, kacamata ngga melorot
    Bener banget, kalau hujan-hujan naik motor kacamata bisa buram, apalagi kalo malam, cahaya-cahaya membias jadi agak kesulitan juga buat ngeliat
    Kalo aku biasanya selesai pake kacamata langsung kuletakin ke kotaknya, simpan di rak buku, jadi ga kecarian 😅

    BalasHapus

Posting Komentar